Kamis, 13 Mei 2010

TARI PENDET



Tari Pendet pada awalnya merupakan tari pemujaan yang banyak diperagakan di pura, tempat ibadat umat Hindu di Bali, Indonesia. Tarian ini melambangkan penyambutan atas turunnya dewata ke alam dunia. Lambat-laun, seiring perkembangan zaman, para seniman Bali mengubah Pendet menjadi "ucapan selamat datang", meski tetap mengandung anasir yang sakral-religius. Pencipta/koreografer bentuk modern tari ini adalah I Wayan Rindi (? - 1967).

Pendet merupakan pernyataan dari sebuah persembahan dalam bentuk tarian upacara. Tidak seperti halnya tarian-tarian pertunjukkan yang memerlukan pelatihan intensif, Pendet dapat ditarikan oleh semua orang, pemangkus pria dan wanita, dewasa maupun gadis.

Tarian ini diajarkan sekedar dengan mengikuti gerakan dan jarang dilakukan di banjar-banjar. Para gadis muda mengikuti gerakan dari para wanita yang lebih senior yang mengerti tanggung jawab mereka dalam memberikan contoh yang baik.

Tari putri ini memiliki pola gerak yang lebih dinamis daripada Tari Rejang yang dibawakan secara berkelompok atau berpasangan. Biasanya ditampilkan setelah Tari Rejang di halaman pura dan biasanya menghadap ke arah suci (pelinggih) dengan mengenakan pakaian upacara dan masing-masing penari membawa sangku, kendi, cawan, dan perlengkapan sesajen lainnya.

Rabu, 12 Mei 2010

TARI SAMAN



Tari Saman


Tari Saman adalah sebuah tarian suku Gayo yang biasa ditampilkan untuk merayakan peristiwa-peristiwa penting dalam adat. Syair dalam tarian Saman mempergunakan bahasa Arab dan bahasa Gayo. Selain itu biasanya tarian ini juga ditampilkan untuk merayakan kelahiran Nabi Muhammad SAW. Nama tarian "Saman" diperoleh dari salah satu ulama besar Aceh, Syeh Saman.


Makna dan Fungsi

Tari saman merupakan salah satu media untuk pencapaian pesan (dakwah). Tarian ini mencerminkan pendidikan, keagamaan, sopan santun, kepahlawanan, kekompakan dan kebersamaan.

Sebelum saman dimulai yaitu sebagai mukaddimah atau pembukaan, tampil seorang tua cerdik pandai atau pemuka adat untuk mewakili masyarakat setempat (keketar) atau nasehat-nasehat yang berguna kepada para pemain dan penonton.

Lagu dan syair pengungkapannya secara bersama dan kontinu, pemainnya terdiri dari pria-pria yang masih muda-muda dengan memakai pakaian adat. Penyajian tarian tersebut dapat juga dipentaskan, dipertandingkan antara group tamu dengan grup sepangkalan (dua grup). Penilaian ditititk beratkan pada kemampuan masing-masing grup dalam mengikuti gerak, tari dan lagu (syair) yang disajikan oleh pihak lawa


Paduan Suara

Tari Saman biasanya ditampilkan tidak menggunakan iringan alat musik, akan tetapi menggunakan suara dari para penari dan tepuk tangan mereka yang biasanya dikombinasikan dengan memukul dada dan pangkal paha mereka sebagai sinkronisasi dan menghempaskan badan ke berbagai arah. Tarian ini dipandu oleh seorang pemimpin yang lazimnya disebut Syech. Karena keseragaman formasi dan ketepatan waktu adalah suatu keharusan dalam menampilkan tarian ini, maka para penari dituntut untuk memiliki konsentrasi yang tinggi dan latihan yang serius agar dapat tampil dengan sempurna. Tarian ini khususnya ditarikan oleh para pria.

Pada zaman dahulu,tarian ini pertunjukkan dalam acara adat tertentu,diantaranya dalam upacara memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Selain itu, khususnya dalam konteks masa kini, tarian ini dipertunjukkan pula pada acara-acara yang bersifat resmi,seperti kunjungan tamu-tamu Antar Kabupaten dan Negara,atau dalam pembukaan sebuah festival dan acara lainnya.

Gerakan

Tarian saman menggunakan dua unsur gerak yang menjadi unsur dasar dalam tarian saman: Tepuk tangan dan tepuk dada.Diduga,ketika menyebarkan agama islam,syeikh saman mempelajari tarian melayu kuno,kemudian menghadirkan kembali lewat gerak yang disertai dengan syair-syair dakwah islam demi memudakan dakwahnya.Dalam konteks kekinian,tarian ritual yang bersifat religius ini masih digunakan sebagai media untuk menyampaikan pesan-pesan dakwah melalui pertunjukan-pertunjukan.

Tarian saman termasuk salah satu tarian yang cukup unik,kerena hanya menampilkan gerak tepuk tangan gerakan-gerakan lainnya, seperti gerak guncang,kirep,lingang,surang-saring (semua gerak ini adalah bahasa Gayo)


Penari

Pada umumnya,Tarian saman dimainkan oleh belasan atau puluhan laki-laki, tetapi jumlahnya harus ganjil.Pendapat Lain mengatakan Tarian ini ditarikan kurang lebih dari 10 orang,dengan rincian 8 penari dan 2 orang sebagai pemberi aba-aba sambil bernyanyi.Namun, dalam perkembangan di era modern yang menghendaki bahwa suatu tarian itu akan semakin semarak apabila ditarikan oleh penari dengan jumlah yang lebih banyak. Untuk mengatur berbagai gerakannya ditunjuklah seorang pemimpin yang disebut syeikh. Selain mengatur gerakan para penari,Syeikh juga bertugas menyanyikan syair-syair lagu saman. yaitu ganit.

WAYANG KULIT




Asal Usul Wayang Kulit

Mengenai asal-usul wayang ini, di dunia ada dua pendapat. Pertama, pendapat bahwa wayang berasal dan lahir pertama kali di Pulau Jawa, tepatnya di Jawa Timur. Pendapat ini selain dianut dan dikemukakan oleh para peneliti dan ahli-ahli bangsa Indonesia, juga merupakan hasil penelitian sarjana-sarjana Barat. Di antara para sarjana Barat yang termasuk kelompok ini, adalah Hazeau, Brandes, Kats, Rentse, dan Kruyt.
Alasan mereka cukup kuat. Di antaranya, bahwa seni wayang masih amat erat kaitannya dengan keadaan sosiokultural dan religi bangsa Indonesia, khususnya orang Jawa. Panakawan, tokoh terpenting dalam pewayangan, yakni Semar, Gareng, Petruk, Bagong, hanya ada dalam pewayangan Indonesia, dan tidak di negara lain. Selain itu, nama dan istilah teknis pewayangan, semuanya berasal dari bahasa Jawa (Kuna), dan bukan bahasa lain.
Sementara itu, pendapat kedua menduga wayang berasal dari India, yang dibawa bersama dengan agama Hindu ke Indonesia. Mereka antara lain adalah Pischel, Hidding, Krom, Poensen, Goslings, dan Rassers. Sebagian besar kelompok kedua ini adalah sarjana Inggris, negeri Eropa yang pernah menjajah India.
Namun, sejak tahun 1950-an, buku-buku pe¬wayangan seolah sudah sepakat bahwa wayang memang berasal dari Pulau Jawa, dan sama sekali tidak diimpor dari negara lain.
Budaya wayang diperkirakan sudah lahir di Indo¬nesia setidaknya pada zaman pemerintahan Prabu Airlangga, raja Kahuripan (976 -1012), yakni ketika kerajaan di Jawa Timur itu sedang makmur-makmur¬nya. Karya sastra yang menjadi bahan cerita wayang sudah ditulis oleh para pujangga Indonesia, sejak abad X. Antara lain, naskah sastra Kitab Ramayana Kakawin berbahasa Jawa Kuna ditulis pada masa pemerintahan raja Dyah Balitung (989-910), yang merupakan gubahan dari Kitab Ramayana karangan pujangga In¬dia, Walmiki. Selanjutnya, para pujangga Jawa tidak lagi hanya menerjemahkan Ramayana dan Mahabarata ke bahasa Jawa Kuna, tetapi menggubahnya dan menceritakan kembali dengan memasukkan falsafah Jawa kedalamnya. Contohnya, karya Empu Kanwa Arjunawiwaha Kakawin, yang merupakan gubahan yang berinduk pada Kitab Mahabarata. Gubahan lain yang lebih nyata bedanya derigan cerita asli versi In¬dia, adalah Baratayuda Kakawin karya Empu Sedah dan Empu Panuluh. Karya agung ini dikerjakan pada masa pemerintahan Prabu Jayabaya, raja Kediri (1130 - 1160).
Wayang sebagai suatu pergelaran dan tontonan pun sudah dimulai ada sejak zaman pemerintahan raja Airlangga. Beberapa prasasti yang dibuat pada masa itu antara lain sudah menyebutkan kata-kata "mawa¬yang" dan `aringgit' yang maksudnya adalah per¬tunjukan wayang.
Mengenai saat kelahiran budaya wayang, Ir. Sri Mulyono dalam bukunya Simbolisme dan Mistikisme dalam Wayang (1979), memperkirakan wayang sudah ada sejak zaman neolithikum, yakni kira-kira 1.500 tahun sebelum Masehi. Pendapatnya itu didasarkan atas tulisan Robert von Heine-Geldern Ph. D, Prehis¬toric Research in the Netherland Indie (1945) dan tulisan Prof. K.A.H. Hidding di Ensiklopedia Indone¬sia halaman 987.
Kata `wayang' diduga berasal dari kata `wewa¬yangan', yang artinya bayangan. Dugaan ini sesuai dengan kenyataan pada pergelaran Wayang Kulit yang menggunakan kelir, secarik kain, sebagai pembatas antara dalang yang memainkan wayang, dan penonton di balik kelir itu. Penonton hanya menyaksikan gerakan-gerakan wayang melalui bayangan yang jatuh pada kelir. Pada masa itu pergelaran wayang hanya diiringi oleh seperangkat gamelan sederhana yang terdiri atas saron, todung (sejenis seruling), dan kemanak. Jenis gamelan lain dan pesinden pada masa itu diduga belum ada.
Untuk lebih menjawakan budaya wayang, sejak awal zaman Kerajaan Majapahit diperkenalkan cerita wayang lain yang tidak berinduk pada Kitab Ramayana dan Mahabarata. Sejak saat itulah cerita¬cerita Panji; yakni cerita tentang leluhur raja-raja Majapahit, mulai diperkenalkan sebagai salah satu bentuk wayang yang lain. Cerita Panji ini kemudian lebih banyak digunakan untuk pertunjukan Wayang Beber. Tradisi menjawakan cerita wayang juga diteruskan oleh beberapa ulama Islam, di antaranya oleh para Wali Sanga. Mereka mulai mewayangkan kisah para raja Majapahit, di antaranya cerita Damarwulan.
Masuknya agama Islam ke Indonesia sejak abad ke-15 juga memberi pengaruh besar pada budaya wayang, terutama pada konsep religi dari falsafah wayang itu. Pada awal abad ke-15, yakni zaman Kerajaan Demak, mulai digunakan lampu minyak berbentuk khusus yang disebut blencong pada pergelaran Wayang Kulit.
Sejak zaman Kartasura, penggubahan cerita wayang yang berinduk pada Ramayana dan mahabarata makin jauh dari aslinya. Sejak zaman itulah masyarakat penggemar wayang mengenal silsilah tokoh wayang, termasuk tokoh dewanya, yang berawal dari Nabi Adam. Sisilah itu terus berlanjut hingga sampai pada raja-raja di Pulau Jawa. Dan selanjutnya, mulai dikenal pula adanya cerita wayang pakem. yang sesuai standar cerita, dan cerita wayang carangan yang diluar garis standar. Selain itu masih ada lagi yang disebut lakon sempalan, yang sudah terlalu jauh keluar dari cerita pakem.
Memang, karena begitu kuatnya seni wayang berakar dalam budaya bangsa Indonesia, sehingga terjadilah beberapa kerancuan antara cerita wayang, legenda, dan sejarah. Jika orang India beranggapan bahwa kisah Mahabarata serta Ramayana benar-benar terjadi di negerinya, orang Jawa pun menganggap kisah pewayangan benar-benar pernah terjadi di pulau Jawa.
Dan di wilayah Kulonprogo sendiri wayang masih sangatlah diminati oleh semua kalangan. Bukan hanya oleh orang tua saja, tapi juga anak remaja bahkan anak kecil juga telah biasa melihat pertunjukan wayang. Disamping itu wayang juga biasa di gunakan dalam acara-acara tertentu di daerah kulonprogo ini, baik di wilayah kota Wates ataupun di daerah pelosok di Kulonprogo.


Sejarah Wayang Kulit
Wayang adalah salah satu puncak seni budaya bangsa Indonesia yang paling menonjol di antara banyak karya budaya lainnya. Budaya wayang meliputi seni peran, seni suara, seni musik, seni tutur, seni sastra, seni lukis, seni pahat, dan juga seni perlambang. Budaya wayang, yang terus berkembang dari zaman ke zaman, juga merupakan media penerangan, dakwah, pendidikan, hiburan, pemahaman filsafat, serta hiburan.
Menurut penelitian para ahli sejarah kebudayaan, budaya wayang merupakan budaya asli Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Keberadaan wayang sudah berabad-abad sebelum agama Hindu masuk ke Pulau Jawa. Walaupun cerita wayang yang populer di masyarakat masa kini merupakan adaptasi dari karya sastra India, yaitu Ramayana dan Mahabarata. Kedua induk cerita itu dalam pewayangan banyak mengalami pengubahan dan penambahan untuk menyesuaikannya dengan falsafah asli Indonesia.
Penyesuaian konsep filsafat ini juga menyangkut pada pandangan filosofis masyarakat Jawa terhadap kedudukan para dewa dalam pewayangan. Para dewa dalam pewayangan bukan lagi merupakan sesuatu yang bebas dari salah, melainkan seperti juga makhluk Tuhan lainnya, kadang-kadang bertindak keliru, dan bisa jadi khilaf. Hadirnya tokoh panakawan dalam_ pewayangan sengaja diciptakan para budayawan In¬donesia (tepatnya budayawan Jawa) untuk mem¬perkuat konsep filsafat bahwa di dunia ini tidak ada makhluk yang benar-benar baik, dan yang benar-benar jahat. Setiap makhluk selalu menyandang unsur kebaikan dan kejahatan.
Dalam disertasinya berjudul Bijdrage tot de Kennis van het Javaansche Tooneel (1897), ahli sejarah kebudayaan Belanda Dr. GA.J. Hazeau menunjukkan keyakinannya bahwa wayang merupakan pertunjukan asli Jawa. Pengertian wayang dalam disertasi Dr. Hazeau itu adalah walulang inukir (kulit yang diukir) dan dilihat bayangannya pada kelir. Dengan demikian, wayang yang dimaksud tentunya adalah Wayang Kulit seperti yang kita kenal sekarang.



Jenis – Jenis Wayang Kulit
Jenis-jenis wayang kulit dibedakan menjadi 5 macam, yaitu : wayang purwa, wayang madya, wayang gedog, wayang calonarang, dan wayang kulit.
• Wayang Purwa
Wayang purwa atau wayang kulit purwa. Kata purwa (pertama) dipakai untuk membedakan wayang jenis ini dengan wayang kulit yang lainnya. Banyak jenis wayang kulit mulai dari wayang wahyu, wayang sadat, wayang gedhog, wayang kancil, wayang pancasila dan sebagainya. Purwa berarti awal, wayang purwa diperkirakan mempunyai umur yang paling tua di antara wayang kulit lainnya. Kemungkinan mengenai berita adanya wayang kulit purwa dapat dilihat dari adanya prasasti di ababd 11 pada zaman pemerintahan Erlangga yang menyebutkan:
"Hanonton ringgit manangis asekel muda hidepan, huwus wruh towin jan walulang inukir molah angucap" (Ada orang melihat wayang menangis, kagum, serta sedih hatinya. Walaupun sudah mengerti bahwa yang dilihat itu hanya kulit yang dipahat berbentuk orang dapat bergerak dan berbicara).
Wayang purwa sendiri biasanya menggunakan ceritera Ramayana dan Mahabarata, sedangkan jika sudah merambah ke ceritera Panji biasanya disajikan dengan wayang Gedhog. Wayang kulit purwa sendiri terdiri dari beberapa gaya atau gagrak, ada gagrak Kasunanan, Mangkunegaran, Ngayogjakarta, Banyumasan, Jawatimuran, Kedu, Cirebon, dan sebagainnya.
Wayang kulit purwa terbuat dari bahan kulit kerbau, yang ditatah, diberi warna sesuai dengan kaidah pulasan wayang pedalangan, diberi tangkai dari bahan tanduk kerbau bule yang diolah sedemikian rupa dengan nama cempurit yang terdiri dari tuding dan gapit.
Ditinjau dari bentuk bangunnya wayang kulit dapat digolongkan menjadi beberapa golongan antara lain: Wayang Kidang kencana; boneka wayang berukuran sedang tidak terlalu besar juga tidak terlalu kecil, sesuai dengan kebutuhan untuk mendalang (wayang pedalangan). Wayang Ageng; yaitu boneka wayang yang berukuran besar, terutama anggota badannya di bagian lambung dan kaki melebihi wayang biasa, wayang ini disebut wayang jujudan. Wayang kaper;yaitu wayang yang berukuran lebih kecil dari pada wayang biasa. Wayang Kateb;yaitu wayang yang ukuran kakinya terlalku panjang tidak seimbang dengan badannya.
Pada perkembangannya bentuk bangun wayang kulit ini mengalami perkembangan bahkan pergeseran dari yang tradisi menjadi kreasi baru. Pada zaman Keraton Surakarta masih berjaya dibuat wayang dalam ukuran yang sangat besar yang kemudian diberi nama Kyai Kadung, hal ini yang mungkin mengilhami para dalang khususnya Surakarta untuk membuat wayang dengan ukuran lebih besar lagi. Misalnya Alm Ki Mulyanto mangkudarsono dari Sragen Jawa tengah membuat Raksasa dengan ukuran 2 meter, dengan bahan 1 lembar kulit kerbau besar dan masih harus disambung lagi. Karya ini yang kemudian ditiru oleh Dalang Muda lainnya termasuk Ki Entus dari Tegal, Ki Purbo Asmoro Surakarta, Ki Sudirman Sragen dalan masih banyak lagi.

• Wayang Madya
Wayang Madya adalah Wayang kulit yang diciptakan oleh Mangkunegara IV sebagai penyambung cerita Wayang Purwa dengan Wayang Gedog. Cerita Wayang Madya merupakan peralihan cerita Purwa ke cerita Panji. Salah satu cerita Wayang Madya yang terkenal adalah cerita Anglingdarma. Wayang madya tidak sempat berkembang di luar lingkungan Pura Mangkunegaran.
Cerita Wayang Madya menceritakan sejak wafatnya Prabu Yudayana sampai Prabu Jayalengkara naik tahta. Cerita Wayang Madya ditulis oleh R.Ngabehi Tandakusuma dengan judul Pakem Ringgit Madya yang terdiri dari lima jilid, dan tiap jilid berisi 20 cerita atau lakon.
Salah satu tokoh dalam Wayang Madya adalah :
 Anglingdarma

• Wayang Gedog
Wayang Gedog adalah wayang kulit yang menceritakan kisah sejak Sri Gatayu, Putera Prabu Jayalengkara sampai masa Prabu Kuda Laleyan. Sebutan Wayang Gedog diperkirakan berasal dari pertunjukan Wayang Gedog yang mula mula tanpa iringan kecrek (besi), sehingga bunyi suara keprak "dog" sangat dominan.
Cerita Wayang Gedog bersumber pada cerita Panji yang muncul pada zaman Kediri dan Majapahit. Istilah Panji sebagai gelar ksatria dan raja muncul pada zaman pemerintahan Jayabaya di Kediri pada abad XI. Pada masa itu Jayabaya bergelar Sang Mapanji Jayabaya yang memerintah pada tahun 1135-1157. Selain gelar panji, muncul juga gelar dengan mengambil nama-nama binatang perkasa sebagai penghormatan.
Salah satu tokoh dalam Cerita Wayang Gedog :
• Panji Asmoro Bangun

Beberapa nama peraganya adalah:
1. Panji Asmarabangun
2. Panji Sinompradapa
3. Panji Brajanata
4. Panji Kartala
5. Panji Handaga, dll.

• Wayang Calonarang
Wayang Calonarang juga sering disebut sebagai Wayang Leyak, adalah salah satu jenis wayang kulit Bali yang dianggap angker karena dalam pertunjukannya banyak mengungkapkan nilai-nilai magis dan rahasia pangiwa dan panengen. Wayang ini pada dasarnya adalah pertunjukan wayang yang mengkhususkan lakon-lakon dari ceritera Calonarang. Sebagai suatu bentuk seni perwayangan yang dipentaskan sebagai seni hiburan, wayang Calonarang masih tetap berpegang pada pola serta struktur pementasan wayang kulit tradisional Bali (Wayang parwa).
Pagelaran wayang kulit Calon arang melibatkan sekitar 12 orang pemain yang terdiri dari:
• 1 orang dalang
• 2 orang pembantu dalang
• 9 orang penabuh
Diantara lakon-lakon yang biasa dibawakan dalam pementasan wayang Calonarang ini adalah:
• Katundung Ratnamangali
• Bahula Duta
• Pangesengan Beringin
Kekhasan pertunjukan wayang Calonarang terletak pada tarian sisiya-nya dengan teknik permainan ngalinting dan adegan ngundang-ngundang di mana sang dalang membeberkan atau menyebutkan nama-nama mereka yang mempraktekkan pangiwa. Hingga kini wayang Calonarang masih ada di beberapa Kabupaten di Bali walaupun popularitasnya masih di bawah wayang Parwa.

• Wayang Krucil
Wayang krucil pertama kali diciptakan oleh Pangeran Pekik dari Surabaya dari bahan kulit dan berukuran kecil sehingga lebih sering disebut dengan Wayang Krucil. Wayang ini dalam perkembangannya menggunakan bahan kayu pipih (dua dimensi) yang kemudian dikenal sebagai Wayang Klithik.
Di daerah Jawa Tengah wayang krucil memiliki bentuk yang mirip dengan wayang gedog. Tokoh-tokohnya memakai dodot rapekan, berkeris, dan menggunakan tutup kepala tekes (kipas). Sedangkan, di Jawa Timur tokoh-tokohnya banyak yang menyerupai wayang kulit purwa , raja-rajanya bermahkota dan memakai praba. Di Jawa Tengah, tokoh-tokoh rajanya bergelung Keling atau Garuda Mungkur saja.
Cerita yang dipakai dalam wayang krucil umumnya mengambil dari zaman Panji Kudalaleyan di Pajajaran hingga zaman Prabu Brawijaya di Majapahit. Namun, tidak menutup kemungkinan wayang krucil memakai cerita wayang purwa dan wayang menak, bahkan dari babad tanah jawa sekalipun.
Gamelan yang dipergunakan untuk mengiringi pertunjukan wayang ini amat sederhana, berlaras slendro dan berirama playon bangomati (srepegan). Namun, ada kalanya wayang krucil menggunakan gendhing-gendhing besar.
Salah satu tokoh Wayang Klithik/Krucil :
 Damarwulan




Perkembangan Wayang Kulit di Indonesia
Pertunjukan wayang kulit telah dikenal di pulau Jawa semenjak 1500 SM. Semasa kerajaan Kediri, Singasari dan Majapahit, wayang mencapai puncaknya seperti tercatat pada relief di candi-candi serta di dalam karya-karya sastra yang ditulis oleh Empu Sendok, Empu Sedah, Empu Panuluh, Empu Tantular dan lain-lain. Epos Ramayana dan Mahabarata yang asli berasal dari India, telah diterima dalam pergelaran wayang Indonesia sejak zaman Hindu hingga sekarang. Wayang seolah-olah identik dengan Ramayana dan Mahabarata.
Namun perlu dimengerti bahwa Ramayana dan Mahabarata Indonesia dengan India sudah berubah alur ceritanya. Ramayana dan Mahabarata versi India ceritanya berbeda satu dengan lainnya sedangkan di Indonesia ceritanya menjadi satu kesatuan. Yang sangat menonjol perbedaanya adalah falsafah yang mendasari kedua cerita itu, lebih-lebih setelah masuknya agama Islam, diolah sedemikian rupa sehingga terjadi proses akulturasi dengan kebudayaan asli Indonesia.
Di Indonesia walaupun cerita Ramayana dan Mahabarata sama-sama berkembang dalam pewayangan, tetapi Mahabarata digarap lebih tuntas oleh para budayawan dan pujangga kita. Berbagai lakon carangan dan sempalan, kebanyakan mengambil Mahabarata sebagai inti cerita.
Masuknya agama Islam ke Indonesia pada abad ke-15, membawa perubahan besar terhadap kehidupan masyarakat Indonesia. Begitu pula wayang telah mengalami masa pembaharuan baik secara bentuk dan cara pergelaran wayang purwa maupun isi dan fungsinya. Pada zaman Demak nilai-nilai yang dianut menyesuaikan dengan zamannya. Bentuk wayang purwa yang semula realistik proporsional seperti tertera dalam relief candi-candi distilir menjadi bentuk imajinatif seperti wayang sekarang. Selain itu, banyak sekali tambahan dan pembaharuan dalam peralatan seperti kelir (layar), blencong (lampu), debog (yaitu pohon pisang yang digunakan untuk menancapkan wayang) dan masih banyak lagi.
Para wali dan pujangga Jawa mengadakan pembaharuan yang berlangsung terus menerus sesuai perkembangan zaman dan keperluan pada waktu itu, utamanya wayang digunakan sebagai sarana dakwah Islam. Sesuai nilai Islam yang dianut, isi dan fungsi wayang bergeser dari ritual agama Hindu menjadi sarana pendidikan, dakwah, penerangan, dan komunikasi massa. Ternyata wayang yang telah diperbaharui konstektual dengan perkembangan agama Islam dan masyarakat. Wayang purwa menjadi sangat efektif untuk komunikasi massa dalam memberikan hiburan serta pesan-pesan kepada khalayak.
Perkembangan wayang purwa semakin berkembang pada era kerajaan-kerajaan Pajang, Mataram, Kartasura, Surakarta, dan Yogyakarta. Banyak sekali pujangga-pujanga yang menulis tentang wayang, dan menciptakan wayang-wayang baru. Para seniman wayang purwa banyak membuat kreasi-kreasi yang kian memperkaya wayang purwa. Begitu juga para seniman dalang semakin profesional dalam menggelar pertunjukan wayang, tak henti-hentinya terus mengembangkan seni tradisional wayang purwa ini. Dengan upaya yang tak kunjung henti, membuahkan hasil yang menggembirakan dan membanggakan. Wayang menjadi seni yang bermutu tinggi dengan sebutan ‘adiluhung’. Wayang terbukti mampu tampil sebagai tontonan yang menarik sekaligus menyampaikan pesan-pesan moral keutamaan hidup. Fungsi dan peranan ini terus berlanjut hingga dewasa ini.
Wayang bukan lagi sekedar tontonan bayang-bayang atau “shadow play”, melainkan sebagai ‘wewayangane ngaurip’ yaitu bayangan hidup manusia. Dalam suatu pertunjukan wayang dapat dinalar dan dirasakan bagaimana kehidupan manusia itu dari lahir hingga mati. Perjalanan hidup manusia untuk berjuang menegakkan yang benar dengan mengalahkan yang salah. Dari pertunjukan wayang dapat diperoleh pesan untuk hidup penuh amal saleh guna mendapatkan keridhoan Illahi. Wayang juga secara nyata menggambarkan konsepsi hidup “sangkan paraning dumadi”, manusia berasal dari Tuhan dan akan kembali kepadaNya.

TARI PIRING DUA BELAS

TARI PIRING DUA BELAS

A. Sejarah Tari Piring Duabelas
Tari piring dua belas adalah tari pergaulan masyarakat Lampung Pesisir yang beradat Saibatin. Piring Dua Belas berarti penari menarikan bersama piring yang sudah disiapkan di bawah berjajar sebanyak dua belas piring ditambah dua piring yang akan dibawa penari.
Tari piring dua belas merupakan seni pertunjukan yang bersifat hiburan sebagai pelengkap dari acara gawi adat tersebut.
Menurut Bapak Drs. Sarbini Zainuddin, Tari Piring Dua Belas berasal dari Sekala Brak Kecamatan Belalau Lampung Barat. Masuknya Tari Piring Duabelas di Kecamatan Kota Agung Wilayah Propinsi Teluk Semangka dibawa oleh masyarakat Lampung Pesisir dari Belalau yang berpindah mencari daerah penghidupan baru pada abad XV. Kemudian di Kecamatan Kota Agung Tari Piring Duabelas dikembangkan pada tahun 1968 menjadi 4 macam Tari Piring :
1. Tri Piring biasa atau asli dapat dibawakan oleh bujang dan gadis (Muli Mekhanai).
2. Tari Piring Buha atau Buaya yang hanya dibawakan oleh Mekhanai.
3. Tari Piring Maju Ngekkes atau Pengantin yang membersihkan tempat hidangan makanan yang hanya dapat dibawakan oleh Muli.
4. Tari piring dua belas dapat dibawakan oleh Muli atau mekhanai.

Tari Piring Duabelas mempunyai warna tersendiri yaitu membedakan antara pangeran dan masyarakat. Pada warna kuning biasanya dikenakan di sebelah kanan, warna ini milik Pangeran atau Ratu. Sedangkan warna putih biasanya dikenakan disebelah kiri yang merupakan milik masyarakat Saibatin atau pemilik adat.

B. Tema Tari Piring Duabelas
Tari Piring Duabelas ini memiliki tema pergaulan antar bujang gadis (muli mekhanai) masyarakat Lampung.

C. Penari
Pada pementasan Tari Piring Duabelas, jumlah penarinya tidak terbatas. Tetapi, walaupun begitu jumlahnya harus ganjil minimal 1 orang atau 3 orang.

D. Tata Busana Tari Piring Duabelas
• Busana untuk penari Tari Piring Duabelas
Para penari tari piring duabelas mengenakan :
Bagian depan :
 Siger atau sigokh
 Sasumping
 Kebaya panjang atau bludru (dengan warna gelap)
 Babatukh
 Penjaja

Bagian belakang :
 Sual cakhang
 Kain penutup rambut
 Kain selappai jung sakhat
 Gelang burung
 Pinding
 Gelang kana
 Gelang hui
 Selendang kuning
 Selendang putih
 Sinjang tekhitis (tapis)

• Busana pengiring Tari Piring Duabelas
Bagian depan :
 Siger
 Subang (anting)
 Babatukh
 Gelang burung
 Penjaja
 Gelang hui
 Selendang kuning
 Selendang putih
 Sinjang tekhitis (tapis)

Bagian belakang :
 Bunga melati
 Pinding

E. Ragam Gerak
Pada Tari Piring Duabelas, gerak-gerakannya sederhana. Uraian ragam geraknya adalah :
1. Lapah
Lapah yaitu menari sambil berjalan menyesuaikan gerak tangan dan musik yang mengiringinya.

2. Ngetir
- Hitungan 1 – 2, kedua tangan bergerak kesamping kekanan kiri sambil diputar / diikel.
- Hitungan 3 – 4, ganti kedua tangan bergerak kesamping kiri sambil diputar / ikel (arahnya persis disamping telinga), dst.

3. Mejong Sumbah (Duduk sembah)
Hitungan 1 – 8 Gerakan kedua tangan mengarah kebawah sambil menundukkan kepala dan hormat / sembah sampai dengan hitungan delapan terakhit serta pandangan kearah depan dan tegak.

4. Ngetir Hadapan (Depan)
Hitungan 1 – 2 Memutar-mutarkan tangan (tangan diikel) dimulai dari bawah perut (pada posisi duduk).
Hitungan 3 – 4 Kemudian beralih ketengah sambil kedua tanga memutar – mutar / ikel sampai hitungan 5 – 6.
Hitungan 7 – 8 badan tegak dan kedua tangan ikel serta berada persis di depan mata.

5. Ketekh Kanan - Kiri
Hitungan 1 – 2 Memutar pergelangan tangan / ikel diawali dari samping kanan bawah.
Hitungan 3 – 4 Kemudian beralih ketengah sambil kedua tangan memutar – mutar / ikel sampai hitungan 5 – 6.
Hitungan 7 – 8 Badan tegak dan kedua tangan ikel persis berada didepan perut begitu pula ke kiri.

6. Sabatang
Hitungan 1 Mengayun kedua tangan kedepan, tangan kiri ditempat dan tangan kanan memutar ( kedua tangan membawa piring ).
Hitungan 2 Tangan kiri ditempat dan tangan kanan siap gerak memutar.
Hitungan 3 – 4 Putar dan kembali seperti awal secara bergantian tanagn dan seterusnya.

7. Balik Palau
Hitungan 1 – 2 Kedua tangan berada di samping pinggul kemudian diputar kedalam sambil membawa piring.
Hitungan 3 – 4 Dibawa kesamping telinga kanan dan kiri.

8. Mappan Bias
Hitungan 1 – 2 kedua tangan diputar / ikel dimulai dari atas sambil membawa piring kemudian,
Hitungan 3 – 4 Dibawa mengalir kearah samping kanan – kiri disamping pinggul ( kebalikan dari ragam balik palau ).

9. Laga Puyuh
Hitungan 1 – 2 Kedua pergelangan tangan diputar kesamping kanan bawah.
Hitungan 3 – 4 Terus mengalir kesamping kiri atas, setiap ganti arah badan, badan diliukkan menyesuaikan gerakan tangan.

10. Salimpat
Adalah melempar atau menukar piring secara bergantian yaitu piring dari tangan kanan dipindahkan ke tangan kiri, begitu pula sebaliknya. Setiap lemparan piring / pindahan piring dihitung 1 dan seterusnya.

11. Sakhak Hibos
Sebelum dan sesudah gerak inti yaitu sabatang, balik palau, mappan bias, laga puyuh, dan salimpat selalu diawali dengan sakhak hibos, yaitu kedua tangan membawa piring dan sikap badan tegak.

F. Iringan
Tari Piring Duabelas menggunakan alat musik : rebana, gambus, biola dan tamborin.
Sedangkan musik pengiringnya menggunakan lagu yang berjudul “Penayuhan”.
Lagu “Penayuhan” pengiring Tari Piring Duabelas :
Terjemahannya
a. Robbikum ya robbikum
Robbikum illahi robbi
Assalamu alaikum
Sikam haga butakhi Kami akan menari
b. Pantunni takni hinji b. Pantun tari ini
Makai bahasa Lappung Memekai bahasa lampung
Kisah haga tikaji Kisah akan kaji
Riwayah Seni Lappung Riwayat Seni Lampung
c. Takhian sai tiusung c. Tarian yang dibawakan
Takhi pikhing khua belas Tari piring dua belas
Seni budaya Lampung Seni budaya Lampung
Dang sapppai haga takas Jangan sampai ditinggalkan
d. Awal mula pekhtama d. Awal mula pertama
Ditahun enam lapan Pada tahun 1968
Takhi hinji menjelma Tari ini menjelma
Sai nakhi tenggalanan Yang nari sendirian
e. Pikhingni angkah khua e. Piringnya hanya dua
Diculuk kikhi kanan Ditangan kiri dan kanan
Gambus wat moneh dia Gambus ada pula disitu
Katutukni terbangan Diiringi terbangan
f. Ditahun tahun tujuh tiga f. Pada tahun 1973
Takhi khadu bukhubah Tari sudah berubah
Mak ninggalkon asalna Tak meninggalkan asalnya
Hakhap dang sappai punah Harap jangan sampai punah
g. Payu kham jama-jama g. Mari kita bersama-sama
Ngabina takhi sinji Membina tari ini
Dang sappai haga lupa Jangan sampai lupa
Ajo ngakhadu lestakhi Ini sudah lestari
h. Lahot jama puakhi h. Pesan kepada saudara
Mak milih tuha ngukha Tidak pandang tua muda
Budayakonlah seni Budayakanlah seni
Demi pengbangunan bangsa Demi pembangunan bangsa
i. Takkupai antak ija i. Berhenti dulu batas ini
Pantun dalih butakhi Pantun dan tari
Kantu kukhang sempukha Kalau kurang sempurna
Tinggal maklum diikutu Tinggal maklum saudara

G. Fungsi
Tari Piring Duabelas merupakan sebuah tari hiburan pada acara pesta adat masyarakat Lampung, misalnya dapat dipertunjukkan dalam acara :
1. Pesta Perkawinan
2. Pesta Penetapan Gelar (Cangget)
3. Pesta Penyambutan Tamu Agung
4. Pesta pada Hari – hari Besar Nasional
Tempat penyelenggaraan atau pergelaran dilakukan ditempat balai adat, dapat juga di selenggarakan di panggung, lapangan terbuka, gedung-gedung (apabila sudah mendapat izin berdasarkan musyawarah adat).
Penyelenggaraan ini dipimpin oleh Pemangku Adat atau Penyimbang Adat (Pelatih untuk masa-masa sekarang). Dalam penyajian Tari piring Duabelas dapat dilakukan dengan beberapa penari paling sedikit 2 (dua) orang namun dahulu tari ini dibawakan oleh satu orang saja.

H. Makna
Gerakan Tari Piring Duabelas memiliki makna atau arti, yaitu :
• Mejong Sumbah
Adalah duduk bersimpuh sebagai persembahan butangguh appai sappai (menyatakan baru tiba / datang).
• Ketekh Kikhi Kanan
Menyatakan bahwa kami akan Buguai (menari).
• Balik Palau
Menunjukkan keindahan dan kerukunan dalam keluarga Lampung.
• Laga Puyuh
Menunjukkan kepada masyarakat penonton menunjukkan bahwa didaerah Lampung hidup semboyan Sang Bumi Ruwai Jurai.
• Salimpat
Menyatakan masyarakat Saibatin dan pepadun untuk bersatu.
• Sakhak Hibos
Kedua tangan mengangkat kedua piring, artinya mengimpun atau menyatukan kekeluargaan Lampung Saibatin dan Pepadun untuk hidup mufakat.

alat musik kecapi

Alat Musik Kecapi

Alat musik tradisional kecapi merupakan alat musik klasik yang selalu mewarnai beberapa kesenian di tanah Sunda. Membuat kecapi bukanlah hal gampang. Meski sekilas tampak kecapi seperti alat musik sederhana, tetapi membuatnya tidaklah gampang.

Untuk bahan bakunya saja terbuat dari kayu Kenanga yang terlebih dahulu direndam selama tiga bulan. Sedangkan senarnya, kalau ingin menghasilkan nada yang bagus, harus dari kawat suasa (logam campuran emas dan tembaga), seperti kecapi yang dibuat tempo dulu. Berhubung suasa saat ini harganya mahal, senar Kecapi sekarang lebih menggunakan kawat baja.

Kacapi Suling merupakan perangkat waditra Sunda yang terdapat hampir di setiap daerah di Tatar Sunda. Waditranya terdiri dari Kacapi dan Suling. Kacapinya terdiri dari Kacapi Indung atau Kacapi Parahu atau Kacapi Gelung. Selain disajikan secara instrumentalia, Kacapi Suling juga dapat digunakan untuk mengiringi Juru Sekar yang melantunkan lagu secara Anggana Sekar atau Rampak Sekar. Lagu yang di sajikannya di antaranya : Sinom Degung, Kaleon, Talutur dan lain sebagainya. Laras yang di pergunakannya adalah laras Salendro, Pelog atau Sorog.

Asal Usul Alat Musik Kecapi

Kacapi merupakan alat musik yang berasal dari daerah Sunda yang dimainkan sebagai alat musik utama dalam Tembang Sunda atau Mamaos Cianjuran dan kecapi suling.

Kata kacapi dalam bahasa sunda juga merujuk kepada tanaman sentul, yang dipercaya kayunya digunakan untuk membuat alat musik kacapi.

Alat musik tradisional kecapi merupakan alat musik kelasik yang selalu mewarnai beberapa kesenian di tanah Sunda ini. Membuat kecapi bukanlah hal gampang. Meski sekilas tampak kecapi seperti alat musik sederhana, tetapi membuatnya tidaklah gampang. Untuk bahan bakunya saja terbuat dari kayu Kenanga yang terlebih dahulu direndam selama tiga bulan. Sedangkan senarnya, kalau ingin menghasilkan nada yang bagus, harus dari kawat suasa (logam campuran emas dan tembaga), seperti kecapi yang dibuat tempo dulu. Berhubung suasa saat ini harganya mahal, senar Kecapi sekarang lebih menggunakan kawat baja.

Nada dalam kecapi sunda memiliki 5 ( pentatonis ) tangga nada yaitu Da, Mi, Na, Ti, La, .

Pasangan alat musik kecapi sunda ini biasanya adalah suling sunda yang terbuat dari bambu. Alunan musik yang mengalir akan terasa mempesona pada telinga kita jika di mainkan keduanya. Kalau saya sendiri suka rindu akan kampung halaman.



Bentuk – Bentuk Kecapi

Ada dua macam bentuk dari alat musik kecapi, yaitu kecapi perahu dan kecapi siter.

1. Kecapi Perahu

Kacapi Parahu adalah suatu kotak resonansi yang bagian bawahnya diberi lubang resonansi untuk memungkinkan suara keluar. Sisi-sisi jenis kacapi ini dibentuk sedemikian rupa sehingga menyerupai perahu. Di masa lalu, kacapi ini dibuat langsung dari bongkahan kayu dengan memahatnya.

2. Kecapi Siter

Kacapi siter merupakan kotak resonansi dengan bidang rata yang sejajar. Serupa dengan kacapi parahu, lubangnya ditempatkan pada bagian bawah. Sisi bagian atas dan bawahnya membentuk trapesium.

Untuk kedua jenis kacapi ini, tiap dawai diikatkan pada suatu sekrup kecil pada sisi kanan atas kotak.

Fungsi Kecapi

Menurut fungsinya, dalam mengiringi musik, kecapi dimainkan sebagai kecapi indung dan kecapi anak (kecapi rincik).

Kecapi Indung

Kacapi indung memimpin musik dengan cara memberikan intro, bridges, dan interlude, juga menentukan tempo. Untuk tujuan ini, digunakan sebuah kacapi besar dengan 18 atau 20 dawai.

Kecapi indung yang berukuran rata-rata 30 x 120 cm berfungsi sebagai melodi ritmis atau pangjejer dalam bahasa cianjuran.

Kecapi Anak (Kecapi Rincik)

Kacapi rincik memperkaya iringan musik dengan cara mengisi ruang antar nada dengan frekuensi-frekuensi tinggi, khususnya dalam lagu-lagu yang bermetrum tetap seperti dalam kecapi suling atau Sekar Panambih. Untuk tujuan ini, digunakan sebuah kacapi yang lebih kecil dengan dawai yang jumlahnya sampai 15.

kecapi rincik, yang berukuran rata-rata 20x60 cm berfungsi sebagai melodi harmonis, yakni mengisi celah-celah di antara dua nada.

Notasi Pada Alat Musik Kecapi

Kacapi menggunakan notasi degung. Notasi ini merupakan bagian dari sistem heptachordal pelog. Lihat tabel berikut:

Pelog degung Sunda

Pelog Jawa

1 (da)

6

2 (mi)

5

3 (na)

3

4 (ti)

2

5 (la)

1

Pelog adalah satu dari dua skala (tangga nada) yang esensial dipakai dalam musik gamelan asli dari Bali dan Jawa di Indonesia. Skala lainnya adalah slendro. Skala pelog dapat dibuat dengan cara merangkaikan interval sempurna keempat dengan interval yang cukup lebar, sekitar 515 sampai 535 sen. Interval ini berada pada jarak yang ekstrim yang dapat didengar sebagai interval keempat.

Skala pelog yang penuh terdiri dari tujuh nada yang berbeda (suatu tumpukan dari 6 buah interval keempat), tetapi biasanya suatu komposisi akan ditulis dalam 5 nada. Ketujuh nada dalam skala pelog disebut "barang", "dada", "nem", "gulu", "lima", "bem", dan "pelog".

Kegunaan Kecapi

Sekarang orang tidak hanya menggunakan alat musik ini untuk dimainkan saja, ada juga yang memakainya untuk dijadikan salah satu interior di rumahnya. Mungkin Anda belum pernah mengetahui hal ini sebelumnya, tapi sekarang sudah ada.

Suasana di dalam rumah menjadi berbeda dan terasa unsur-unsur seninya. Karena berbeda dari hiasan interior lainnya dan ada unsur seninya juga, maka rumah tidak terasa kaku atau membosankan. Tapi justru mengandung nilai tersendiri.

Perkembangan Alat Musik Kecapi

Alat musik kecapi selama ini sudah dikenal berasal dari Negeri Cina (yang disebut Ghuzeng), bahkan sudah sejak berabad-abad yang lalu. Alat musik ini biasanya dipakai untuk membawakan lagu-lagu yang lebih lembut atau merdu.

Sekarang musik kecapi tidak hanya terkenal di Cina saja, tapi sudah sering juga dimainkan oleh para pemusik tradisional di Indonesia. Di Indonesia, alat musik kecapi pertama kali di kenal dari daerah Sunda.

Dalam perkembangannya baik Kacapi Suling yang menggunakan Kacapi Parahu maupun Kacapi Sitter, sering di pergunakan untuk mengiringi Narasi Sunda dalam acara Ngaras dan Siraman Panganten Sunda, Siraman Budak Sunatan, Siraman Tingkeban.

Selain instrumentalia disajikan pula lagu-lagu yang rumpakanya disesuaikan dengan kebutuhan acara yang akan di laksanakan. Lagu yang disajikan diambil dari lagu-lagu Tembang Sunda Seperti diantaranya Candrawulan, Jemplang Karang, Kapati-pati atau Kaleon dan lain sebagainya. Ada pula yang mengambil lagu-lagu kawih atau lagu Panambih pada Tembang Sunda seperti di antaranya Senggot Pangemat, Pupunden Ati dan lain sebagainya.

Disamping perangkat Kecapi dan Suling ada pula perangkat Kecapi Biola dan Kecapi Rebab yang membawakan lagu-lagu yang sama. Dalam penyajiannya, Kecapi memainkan bagian kerangka iramanya sedangkan bagian lagunya di mainkan oleh Suling, Biola atau Rebab. Adapun tangga nada atau laras yang dalam Karawitan Sunda di sebut dengan Surupan, ada pula yang di sebut dengan Salendro, Pelog dan Sorog.